BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berbicara masalah reaksi asam-basa
atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan, maka tidak akan terlepas dari
titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-basa atau
reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi
asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa
lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi
asam-basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen (equivalent point) dengan
menggunakan indikator asam-basa.
Setelah
mengetahui hal tersebut, perlu juga kita ketahui bahwa titrasi
merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut
sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat
yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa permasalahan dalam penelitian
Kimia mengenai titrasi asam-basa ini
antara lain :
Bagaimana grafik titrasi asam kuat HCl dengan basa kuat
NaOH ?
Bagaimana reaksi sampel A dan E setelah ditetesi dengan
fenolftalein ?
Bagaimana reaksi sampel A setelah ditetesi dengan NaOH ?
Bagaimana reaksi sampel E setelah di reaksikan dengan HCl
?
Bagaimana konsentrasi asam dan basa melalui titrasi ?
1.3 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.3.1 Maksud Percobaan
Maksud dari
percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami serta menentukan konsentrasi
asam atau basa melalui metode titrasi dengan menggunakan alat bantu pipet
tetes, stan, buret, dan alat titrasi.
1.3.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami, mengetahui,
dan menentukan konsentrasi asam atau basa melalui metode titrasi.
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang bisa kita peroleh dari
percobaan/penelitian yang kita lakukan yaitusebagai berikut.
Bagi siswa
Manfaat bagi
siswa dengan adanya penelitian/percobaan ini yaitu pengetahuan siswa menjadi
lebih bertambah dalam menentukan konsentrasi asam/basa dari suatu larutan yang
diujikan sehingga diharapkan dapat bermanfaat pada kehidupan sehari-hari.
Bagi guru
Manfaat bagi guru melalui penelitian/percobaan ini yaitu
guru dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam menentukan konsentrasi asam/basa
melalui metode titrasi serta dapat mengetahui tingkat kemampuan siswanya dalam
menggunakan berbagai alat bantu penelitian yang terkait dengan penentuan konsentrasi
asam/basa tersebut.
BAB
II
METODE KERJA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1.
Pipet tetes.
2.
Stan.
3.
Buret.
4.
Alat titrasi.
2.1.2 Bahan
1.
Larutan NaOH 0,1 M
2.
Larutan HCl 0,1 M.
3.
Larutan A, B, C, D, dan E (yang digunakan A dan E).
4.
Aquades.
5.
Indikator Fenolftalein (PP).
2.1.3 Cara Kerja
Larutan A
1.
Bersihkan erlenmeyer kemudian keringkan dengan tissue.
2.
Masukkan 25 ml sampel A ke dalam erlenmeyer. Lalu
tambahkan 5 tetes indikator fenolftalein dalam erlenmeyer tersebut.
3.
Lihat perubahan warna yang terjadi. Berdasarkan
percobaan, sampel A tetap berwarna bening.
4.
Kemudian titrasikan dengan NaOH hingga berubah ke warna
merah.
5.
Catat volume titrasinya.
6.
Ulangi percobaan hingga 3 kali.
Larutan E
1.
Bersihkan erlenmeyer kemudian keringkan dengan tissue.
2.
Masukkan 25 ml sampel E ke dalam erlenmeyer. Lalu
tambahkan 5 tetes indikator fenolftalein dalam erlenmeyer tersebut.
3.
Lihat perubahan warna yang terjadi. Berdasarkan
percobaan, sampel E berubah ke warna merah.
4.
Kemudian titrasikan dengan HCl hingga berubah menjadi
bening.
5.
Catat volume titrasinya.
6.
Ulangi percobaan hingga 3 kali.
BAB
III
TABEL HASIL PENGAMATAN
Sampel A (Titrasi
NaOH)
Percobaan
|
Volume
|
1
|
26,6
|
2
|
26,5
|
3
|
26,5
|
ü Volume rata-rata
:
v = (26,6 + 26,5 + 26,5)/3
v = 26,53 ml
ü Diketahui :
M1 =
0,1 M.
V1 =
25 ml.
V2 = 26,53 ml.
Maka, untuk
memperoleh konsentrasi larutan :
V1
x M1 = V2 x M2
25 x 0,1 = 26,53
x M2
M2
= 2,5/26,53
M2 = 0,09 M
ü Kurva titrasi
larutan A :
pH sebelum titrasi
Va x Ma = Vb x Mb
26,6 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = (26,6)(0,1)/ 25
Mb = 0,1
Va x Na = Vb x Nb
26,6 x 0,1 = 25 x Nb
Nb = 0,1M
a = Nb/Mb
a = 0,1/0,1
a = 1
pH = -log [H+]
pH = -log [a x Ma]
pH = -log [ 1 x (1 x 10-1)]
pH = -log 1 x 10-1
pH = 1-log1
pH = 1- 0
pH = 1
Va x Ma = Vb x Mb
26,5 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = 2,65/25
Mb = 0,1 M.
Va x Na = Vb x Nb
26,5 x 0,1 = 25 x Nb
Nb = 0,1
b = Nb/Mb
b = 0,1/0,1
b = 1
pH = -log [H+]
pH = -log [a x Ma]
pH = -log [ 1 x (1 x 10-1)]
pH = -log 1 x 10-1
pH = 1-log1
pH = 1- 0
pH = 1
pH setelah titrasi
Va x Ma = Vb x Mb
26,53 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = 2,653/25
Mb = 0,1 M
Mb x b = Ma x a
0,1 x 1 = 0,1 x a
a = 0,1/0,1
a = 1
pH = 14 – log [ b x Mb ]
pH = 14 – log [ 1 x (1 x 10-1)]
pH = 14 – ( 1 – log 1)
pH = 13 + log 1
pH = 13 + 0
pH = 13.
Gambar 3.1 kurva titrasi
larutan A dengan NaOH 0,1 M
Sampel E (Titrasi
HCl)
Percobaan
|
Volume
|
1
|
1,9
|
2
|
1,9
|
3
|
2,0
|
ü Volume rata-rata
:
v = (2,0 + 1,9 + 1,9 )/3
v = 1,93 ml
ü Diketahui :
M1 = 0,1 M.
V1 = 25 ml.
V2 = 1,93 ml.
Maka, untuk memperoleh konsentrasi larutan :
V1 x M1 = V2 x M2
25 x 0,1 = 1,93 x
M2
M2
= 2,5/1,93
M2 = 1,29 M
ü Kurva titrasi
larutan E :
pH sebelum titrasi
Va x Ma = Vb x Mb
1,9 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = 0,19/25
Mb = 0,0076 M
Mb = 0,008 M
Va x Na = Vb x Nb
1,9 x 0,1 = 25 x Nb
Nb = 0,19/25
Nb = 0,0076
Nb = 0,008
b = Nb/Mb
b = 0,008/0,008
b = 1
pH = 14 – log [ b X Mb ]
pH = 14 – log [ 1 x 0,008 ]
pH = 14 – log [ 8 x 10-3 ]
pH = 14 – ( 3 – log 8 )
pH = 11 + log 8
pH = 11 + 0,90
pH = 11,90
Va x Ma = Vb x Mb
2 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = 0,2/25
Mb = 0,008 M
Va x Na = Vb x Nb
2 x 0,1 = 25 x Nb
Nb = 0,2/25
Nb = 0,008
b = Nb/Mb
b = 0,008/0,008
b = 1
pH = 14 – log [ b X Mb ]
pH = 14 – log [ 1 x 0,008 ]
pH = 14 – log [ 8 x 10-3 ]
pH = 14 – ( 3 – log 8 )
pH = 11 + log 8
pH = 11 + 0,90
pH = 11,90
pH setelah titrasi
Va x Ma = Vb x Mb
1,93 x 0,1 = 25 x Mb
Mb = 0,193/25
Mb = 0,00772
Mb = 0,008 M
Mb x b = Ma x a
0,008 x 1 = 0,1 x a
a = 0,008/0,1
a = 0,08
pH = - log [H+]
pH = - log [ Ma x a]
pH = - log [ 0,1 x 0,08 ]
pH = - log [ 0,008 ]
pH = - log ( 8 x 10-3)
pH = 8 – log 3
pH = 3 – 0,90
pH = 2,1.
Gambar 3.2 titrasi larutan E dengan HCl 0,1 M
BAB
IV
GAMBAR HASIL PENELITIAN
BAB
V
PEMBAHASAN
5.1 Titrasi Asam-Basa
Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam
atau larutan basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa
yang telah diketahui konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum
diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan
basa tepat habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam dan basa tepat habis
disebut titik ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi asam atau basa dapat
ditentukan jika salah satunya sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi
tersebut disebut titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan
reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut
sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat
yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
5.2 Prinsip Titrasi
Asam-Basa
Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (
artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan
ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada
saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titrant.
5.3 Cara Mengetahui
Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi
asam basa.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
“titik ekuivalent”.
Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant
sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan
kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator
yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”.
5.4 Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama
dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen
diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas
dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas
diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
BAB
VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian/percobaan yang telah dilakukan, maka kita dapat menyimpulkan
kesimpulan yaitu sebagai berikut.
Larutan A jika ditetesi dengan indikator fenolftalein akan
tetap berwarna bening.
Larutan A yang telah sebelumnya telah ditetesi dengan indikator
fenolftalein setelah ditetesi oleh larutan NaOH 0,1 M akan berubah menjadi berwarna
merah. Hal ini mengindikasikan terjadinya kenaikan pH larutan A.
Larutan E jika ditetesi dengan indikator fenolftalein akan
berubah menjadi berwarna merah.
Larutan E yang telah sebelumnya telah ditetesi dengan indikator
fenolftalein setelah ditetesi oleh larutan HCl 0,1 M akan kembali menjadi bening.
Hal ini mengindikasikan terjadinya penurunan pH larutan E.
6.2 Saran
Dalam melakukan kegiatan
penelitian/percobaan ini harus lebih ditingkatkan terutama dalam bidang
ketersediaan alat bantu penelitian/percobaan khusunya mikroskop. Dengan lengkap
dan memadainya alat-alat bantu penelitian/percobaan maka konsentrasi siswa akan
lebih terfokuskan sehingga hasil yang ingin dicapai selama penelitian/percobaan
akan maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan selain itu dapat memberi
manfaat dan pengetahuan yang lebih banyak mengenai penelitian/percobaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Susilowati, Endang., Theory and Application of Chemistry, Bilingual,
Jakarta.
Komentar
Posting Komentar